Jumat, 10 Juni 2022

Pentingnya Mengembangkan Soft Skill dan Hard Skill

 

Pentingnya Mengembangkan Soft Skill dan Hard Skill

 

Beberapa waktu lalu muncul fenomena seorang mahasiswa top ten jurusan teknik mengeluhkan bahwa “ilmu” yang ia dapat di jurusannya tidak bisa membantunya mendapatkan pekerjaan. Alih-alih meningkatkan softskill dan hardskill yang dimilikinya, ia justru menyalahkan dan menjelekkan mati-matian jurusannya ketimbang terus menggali potensi yang ada didalam dirinya. Sebenarnya hal itu sah-sah saja jika dimaksudkan sebagai ungkapan kecewa. Tetapi, kehidupan pasca kampus atau di dalam fase kesulitan mencari kerja tidak sepenuhnya dapat menyalahkan jurusan, apalagi sampai menjelekan jurusan.

 

Sebagai mahasiswa, kita sudah sepatutnya sadar akan pentingnya soft dan hard skill untuk kehidupan pasca kampus nantinya, bukan malah berleha-leha di zona nyaman, apalagi di masa yang sudah mulai ke era 5.0, rasanya di era 4.0 saja masi banyak mahasiswa yang tidak sadar akan pentingnya soft dan hard skill. Tidak mau organisasi , kupu-kupu(kuliah pulang), bahkan beberapa hanya fokus kepada materi yang diajarkan jurusannya saja, anak pertanian hanya fokus pada tumbuhan, anak teknik sipil hanya fokus kepada bagaimana cara membuat struktur bangunan. Padahal tidak ada salahnya jika anak pertanian menguasai coding, anak sipil paham akan rekayasa tumbuhan.

 

Mahasiswa yang fokus pada zona nyaman

Kebanyakan mahasiswa saat ini berfokus pada zona nyaman, dengan dalih sudah punya pengalaman banyak di organisasi, leadership, padahal itu dapat dikatakan barang lama, kehidupan organisasi kampus tidak dapat disamakan dengan dunia kerja, kemampuan leadership saja juga sudah mulai ditinggalkan sebagai syarat mencari pekerjaan, softskill lainya seperti public speaking dalam komunikasi dapat dikatakan memegang peranan utama dalam dunia yang di gadang-gadang sudah mulai masuk ke era 5.0.tapi nyatanya mahasiswa tidak sadar akan hal itu, “aku gabisa ngomong depan umum soalnya aku introvert”, “aku gak bakat ngomong”, bahkan dalam hal sederhana saja pun “ jangan aku dong yang presentase”, ketimbang meningkatan softskill dalam komunikasi mereka lebih memilih self claim dengan mengatakan dirinya introvert, bahkan seorang introvert sekalipun yang biasanya suaranya akan bergetar ketika berbicara di depan publik pun dapat berlatih untuk meningkatkan softskillnya.

 

Apalagi di dunia digital ini, siapa yang dapat mengikuti tren perkembangan dia lah yang dapat bertahan, tidak ada salahnya anak pertanian paham website development, anak matematika paham digital marketing, anak Fisika menguasai UI/UX design, anak sastra menguasai data science. Bukannya malah mengeluh salah jurusan, padahal mahasiswanya saja yang tidak konsisten dan serius pada jurusannya dan tidak mau mengembangkan bakat/potensi. Lagipula salah jurusan hanya pada konteks masuk jurusan tidak sesuai bakat. Jurusan apapun dapat di jalankan dengan baik, itulah mengapa kuliah tidak hanya mencari nilai, tetapi meningkatkan skill, mengembangkan bakat, mencari relasi dan pengalaman. Di dunia yang serba digital, studi ilmu di atas harus diakui bahwa hardskill tersebut akan lebih banyak di perlukan di masa yang akan datang, tanpa bermaksud mengeneralisir atau membatasi ruang lingkup passion individu.

 

Tetapi bukan berarti jika merasa memiliki soft dan hard skill membiarkan akademik menjadi jeblok, keduanya harus beriringan. Bukan malah ketika sampai di dunia pasca kampus mengatakan bahwa ilmu yang di pelajari tidak terpakai di dunia kerja. Kuliah tidak pernah organisasi, softskill tidak pernah digali, hardskill tidak pernah diasah, giliran tidak mendapat pekerjaan beralasan, bilang ini itu susah, supply and demand dunia kerja gak seimbang, lapangan kerja dikit tetapi yang daftar terlalu banyak.

Simplenya begini, softskill itu identik dengan networking, dan hardskill itu identik dengan kompetensi, keduanya harus beriringan, jika teralu mendewakan networking dan merendahkan kompetensi, maka tidak heran ketika banyak politikus bego punya jabatan di beberapa instansi vital.

 

Mahasiswa yang terlalu berpaku pada nilai, tetapi melupakan ilmu, bagaimana mencari nilai setinggi-tinggi nya tetapi mengesampingkan ilmu. Dengan dalih nilai penting untuk mencari kerja, sah-sah saja seperti itu, tidak ada yang salah, nilai memang penting untuk daftar beasiswa, kerja dan sebagainya, tetapi percuma saja kalau nilai tinggi tetapi ilmunya tidak ada, di dunia kerja juga atasan tidak semuanya memandang nilai, cara berkomunikasi menjadi perhatian utama bisa di bilang karena dilihat secara langsung, banyak yang nilai tinggi tetapi tidak punya hardskill, dalam contoh sederhana, penggunaan Microsoft Word, nilai tinggi tapi gak bisa atur margin, buat daftar pustaka masi menggunakan spasi manual, membuat penomoran romawi tidak paham, membuat tabel masi bingung, menggunakan  microsoft excel tidak tau, memasukan juga rumus tidak bisa.

 

Mengembangkan softskill lewat kepanitiaan

Mengembangkan softskill dengan ikut kepanitiaan? Boleh banget, tapi nyatanya kultur yang dibentuk sudah beda, alih-alih mengembangkan softskill, justru beberapa kepanitiaan menjadikan anggotanya “mesin uang” dengan disuruh berjualan atau biasa disebut danusan, jika tidak habis disuruh beli sendiri.

Softskill dan hardskill itu penting, keduanya bisa didapatkan di dunia kampus, analoginya seperti ini, 2 orang si alam dan alim disuruh berlayar ke dari pulau A ke Pulau B, diberi kesempatan 1 bulan  untuk pesiapan ,mengisi logistik dan keperluan, alam belajar tentang arah mata angin, cuaca,mesin dan belajar mengatur logistik, sedangkan alim leha-leha, hanya mempersiapkan bahan bakar yang cukup tanpa mau membekali diri dengan managemen logistic yang baik, maka dapat dipastikan yang akan sampai ke pulau B hanya si Alam, bagaimana ia dapat membaca arah mata angin dan cuaca, ketika mesin rusak paham cara memperbaikinya, bisa mengatur logistik selama berlayar. Padahal keduanya sama-sama hanya di suruh berlayar, tetapi Alam mampu membaca hal yang diperlukan untuk menjalani pelayaran tersebut. Sama seperti jurusan, kalau kamu cuma fokus apa yang diajarkan ilmu di jurusan kamu yang setelah selesai maka akan mentok, ketika dunia pasca kampus berbeda ya salah dirimu sendiri, kalau kalah dengan orang yang lebih matang dan siap, yasudah resiko, salah sendiri tidak mengembangkan softskill dan hardskill. Kecuali kamu punya orang dalam.[1]

Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan sekarang ini sangatlah ketat diakibatkan banyaknya orang yang melamar pekerjaan ataupun sedikitnya daya tampung pekerja.  adalah salah satu perguruan tinggi yang ada di Sumatera Utara yang meluluskan mahasiswa lebih kurang empat ribu orang setiap tahunnya. Sudah tentu lulusan tersebut akan bekerja dan akan bersaing dengan lulusan  itu sendiri ataupun lulusan perguruan tinggi lainnya. Dengan demikian mahasiswa  harus mempersiapkan dirinya untuk bersaing sebelum dan setelah dinyatakan lulus dalam mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Mengembangkan hard skill adalah jawaban utama didalam keberhasilan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Namun demikian tidaklah cukup hanya kemampuan hard skill saja, tetapi harus diimbangi dengan kemampuan soft skill dalam menghadapi berbagai tantangan saat melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Admin dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja, tetapi juga piawai dalam aspek soft skillnya. Ditambahkan juga, bahwa dunia pendidikanpun mengungkapkan dengan berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa pentingnya hard skill dan soft skill bagi setiap orang yang ingin mendapatkan ataupun saat melakukan pekerjaan. Dengan demikian dituntut bahwa setiap mahasiswa harus meningkatkan hard skill dan soft skillnya dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja pada masa studinya. Hal ini sejalan dengan Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 2003 – 2010 (Dirjen Dikti, 2004) yang dirumuskan oleh Depdiknas secara jelas menyebutkan bahwa peran pendidikan tinggi dalam peningkatan daya saing bangsa sangat vital mengingat tingkat persaingan sumber daya manusia (SDM) di pasar kerja nasional maupun internasional terus meningkat seiring dengan peningkatan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru pada berbagai bidang dunia usaha, serta kebutuhan tingkat profesionalisme (knowledgehard skill, soft skill) yang semakin tinggi.

Hard Skill

Proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih menitik beratkan pada aspek kognitif. Hal ini dapat dilihat pada prestasi mahasiswa yang ditunjukkan oleh indeks prestasi (IP). Indeks prestasi dibuat berdasarkan hasil penilaian dari evaluasi dosen terhadap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan mahasiswa yang ditunjukkan berdasarkan indeks prestasi seperti inilah yang sering disebut sebagai kemampuan hard skill.

Menurut Bahrumsyah (2010) hard skill merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Menurut Syawal (2010) hard skill yaitu  lebih beriorentasi mengembangkan intelligence quotient (IQ). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hard skill merupakan kemampuan untuk menguasai ilmu pengatahuan teknologi dan keterampilan teknis dalam mengembangkan intelligence quotient yang berhubungan dengan bidangnya.

Soft Skill

Menurut Ramdhani (2008) dalam Syawal (2010) pengertian soft skill didefenisikan sebagai keterampilan lunak (soft) yang digunakan dalam berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain, atau dikatakan sebagai interpersonal skills. Menurut Bahrumsyah soft skill merupakan keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mempu mengembangkan untuk kerja secara maksimal. Dari kedua pendapat tersebut diatas, ada kesamaan pendapat tentang pengertian soft skill yaitu interpersonal skill  hanya saja pada pendapat Bahrumsyah ditambahkan intrapersonal skills yaitu keterampilan mengatur dirinya sendiri.

Dari pendapat tersebut diatas masih terdapat kemampuan tambahan seseorang diluar dari interpersonal skills dan intrapersonal skills yang disebut Ekstrapersonal skills seperti kemampuan seseorang dalam spritual inteligence (SQ). dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian soft skill yaitu kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan kemampuan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) serta kemampuan tambahan seseorang dalam kepercayaan/kepedulian baik terhadap penciptanya maupun orang lain (ekstrapersonal skills).

Apa saja yang termasuk di dalam soft skill? Menurut Ramdhani dalam Syawal beberapa keterampilan yang dimasukkan dalam kategori soft skill adalah: etika/propesional, kepemimpinan, kreativitas, kerjasama, inisiatif, facilitating kelompok maupun masyarakat, komunikasi, berpikir kritis, dan problem solving. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23 atribut softskills yang dominan di lapangan kerja yang dimuat oleh Tarmidi dalam websitenya. Ke 23 atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu: (1) inisiatif, (2) etika/integritas, (3) berfikir kritis, (4). kemauan belajar, (5) komitmen, (6) motivasi, (7) bersemangat, (8) dapat diandalkan, (9) komunikasi lisan, (10) kreatif, (11) kemampuan analitis, (12) dapat mengatasi stres, (13) manajemen diri, (14) menyelesaikan persoalan, (15) dapat meringkas, (16) berkoperasi, (17) fleksibel, (18) kerja dalam tim, (19) mandiri, (20) mendengarkan, (21) tangguh,  (22) berargumentasi logis, (23) manajemen waktu.

Peranan Hard Skill dan Soft Skill

Hard skill sangatlah penting untuk dikembangkan, karena kemampuan seseorang untuk melakukan sebuah pekerjaan dengan baik dan benar adalah tergantung bagaimana hard skill yang dia miliki. Tidak mungkin seseorang bisa membuat sebuah alat yang berguna jika dia tidak mengetahui cara pembuatan, tujuan, dan kegunaannya alat tersebut. ataupun tidak mungkin seseorang mampu memperbaiki sesuatu jika dia tidak tuhu apa yang dia perbaiki.

Sebelum melamar sebuah pekerjaanpun seharusnya lulusan perrguruan tinggi (mahasiswa) harus memperhatikan pekerjaan yang akan diterimanya dengan kemampuannya. Membandingkan kemampuan dengan pekerjaan yang akan dikerjakan adalah hal yang baik. Untuk itu mahasiswa perlu mempersiapkan dirinya dengan mengembangkan hard skill sebagai dasar untuk melamar pekerjaan dan diimbangi dengan soft skill sebagai landasan untuk melakukan pekerjaan. Karena hampir semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan adanya kombinasi yang sesuai antara hard skill dan soft skill, apapun posisi karyawannya. Bagi perekrutan karyawan bagi perusahaan pendekatan hard skill saja kini sudah ditinggalkan. Percuma jika hard skill baik, tetapi soft skillnya buruk. Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja berbagai perusahaan yang juga mensyaratkan kemampuan soft skill, seperi team work, kemampuan komunikasi, dan interpersonal relationship, dalam job requirementnya. Perusahaan cenderung memilih calon yang memiliki kepribadian lebih baik meskipun hard skillnya lebih rendah. Alasannya adalah memberikan pelatihan ketrampilan jauh lebih mudah daripada pembentukan karakter Hal tersebut menunjukkan bahwa hard skill merupakan faktor penting dalam bekerja, namun keberhasilan seseorang dalam bekerja biasanya lebih ditentukan oleh soft skillnya yang baik.

Dunia kerja saat ini membutuhkan sumber daya yang terampil, sebagai seorang  mahasiswa dituntut untuk mempunyai keahlian hard skill yang tinggi, Hard skill merupakan keahlian bagaimana nilai akhir kuliah mahasiswa/nilai akademis (IPK) mahasiswa ini sebagai persyaratan untuk memenuhi admnistrasi dalam melamar pada suatu perusahaan, selain harus memiliki IPK yang tinggi di era persaingan yang ketat ini juga kita dituntut memiliki soft skill yaitu ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skillketrampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skill), Baik hard skills maupun soft skills merupakan prasyarat kesuksesan seorang sarjana dalam menempuh kehidupan setelah selesai pendidikannya. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa hard skills ditekankan pada aspek kognitif dan keahlian khusus menurut disiplin keilmuan tertentu, sedangkan softskills merupakan perilaku personal dan interpersonal skill yang diperlukan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kinerja seorang manusia. Menurut Pumphrey dan Slatter (2002) dalam artikel Teguhwijaya menengarai bahwa soft skill memiliki karakteristik sebagai berikut:

1.    1.) Bergerak generik, dalam arti digunakan dalam berbagai penyelesaian tugas yang berbeda. 2.) Dapat ditransfer dan diterapkan dalam berbagai aktivitas pelaksanaan tugas, disebut juga sebagai keterampilan hidup (life skills). 3.) Merupakan keterampilan atau atribut yang terdapat dalam aktivitas seperti pemecahan masalah, komunikasi, pemanfaatan teknologi, dan bekerja dalam kelompok. 4.) Dapat dipromosikan sebagai keterampilan yang memberi kontribusi dalam ‘pembelajaran seumur hidup’ (‘life long learning’). 5.) Dapat dimiliki dan digunakan oleh pengusaha dan organisasi pemerintah. 6.) Dapat ditransfer dalam berbagai konteks yang berbeda oleh orang-orang yang memiliki latar belakang disiplin ilmu, profesi dan jabatan yang berbeda-beda.

Beberapa Upaya yang Bisa Dilakukan Untuk Mengembangkan Soft Skill dan Hard Skill

Untuk menjawab pertanyaan Apakah mahasiswa seperti itu (memiliki sikap/sifat negatif) bisa dikatakan memiliki hard skill dan soft skill yang baik? Maka kita perlu melihat keadaan tiap individu, apakah itu keadaan fisik, ekonomi, lingkungan, keluarga dll. Menurut tim pengajar  bahwa dalam kehidpan ini individu tidak terbebas dari kondisi yang memuaskan atau menyenangkan dan ataupun kondisi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, tidak atau kurang memuaskan. Ditambahkan juga bahwa seseorang harus mensikapi kondisi tersebut apakah bila memuaskan atau menyenangan disiapi dengan cara meluap-luap sehingga lupa diri, ataukah mensikapinya dengan cara yang sederhana bahwa dalam hidup ada saatnya menyenangkan dan ada saatnya tidak menyenangkan. Demikian juga apabila kondisi tidak atau kurang meyenangkan bagaimanakah individu mensikapinya apakah dengan cara menyalahkan diri sendiri dan orang lain atau bahkan menyalahkan lingkungan dengan berlebihan, sehingga timbul antipati. Kedua kondisi tersebut harus disikapi dengan sikap optimis, menerima sebagaimana adanya tidak pesimis apalagi mengeluh dan menyelahkan diri sendiri. Dalam hal bersikan individu harus dapat menerima knyataan sebagaimana adanya dengan penuh harapan bahwa segala sesuatu akan berakhir dengan tetap mencari solusi yang benar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain ataupun lingkungan. Harus terbina pada diri individu sebagai hasil pendidikan terutama oleh pendidikan diri sendiri bahwa dalam hidup tidak tidak selalu terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Kemampuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain sertalingkungan sebagaimana adanya dan selalu berusaha berbuat yang terbaik dalam hidup merupakan hasil pendidikan yang berlangsung tanpa batas.

Dalam mengembangkan hard skill seorang peserta didik (mahasiswa) sering diadakan perlombaan-perlombaan. Selain itu, tidak jarang pendidik memberikan hadiah sebagai penghargaan kepada anak didiknya yang memiliki prestasi baik. Bahkan pertandingan antar mahasiswa dalam satu negara atapun antar negera sering dibuat sesuai dengan bidang ilmu yang dimiliki seseorang. Hal ini semata-mata bertujuan untuk mengembangkan hard skill. Selain hard skill, seserorang tidak terlepas dari soft skill, karena seseorang tidak terlepas dari dirinya sendiri dan orang lain. Maksudanya adalah seseorang punya akal, hati nurani yang harus dikembangkan untuk mampu mengatur dirinya sendiri dan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Umumnya kelemahan dibidang soft skill berupa karakter yang melekat pada diri seseorang. Butuh usaha keras untuk mengubahnya. Namun demikian soft skill bukan sesuatu yang stagnan. Kemampuan ini bisa diasah dan ditingkatkan seiring dengan pengalaman kerja. Ada banyak cara meningkatkan soft skill. Salah satunya melalui learning by doing. Selain itu soft skill juga bisa diasah dan ditingkatkan dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar manajemen. Meskipun, satu cara ampuh untuk meningkatkan soft skill adalah dengan berinteraksi dan melakukan aktivitas dengan orang lain. Mengikuti organisasi adalah salah satu cara untuk berinteraksi dengan orang lain.

Dalam rangka mengembangkan atribut soft skill peserta didik di perguruan tinggi, diperlukan evaluasi diri dari setiap mahasiswa tentang kekuatan mana yang dimiliki saat ini, sekaligus kelemahannya. Para mahasiswa diberi lembar kuesioner yang berisi atribut soft skill. Lalu mengisinya dengan memberi tanda mana yang sudah merasa cukup mereka miliki dan mana yang masih perlu dikembangkan. Atribut yang paling banyak muncul di daftar sehingga terlihat atribut mana yang memiliki modus tertinggi untuk dikembangkan. Lalu program studi di mana mahasiswa itu berada meninjau visi program studinya, dan berupaya untuk memadukan antara harapan mahasiswa, harapan lembaga dan sumberdaya yang dimiliki. Dengan demikian akan terpilih beberapa atribut yang perlu dan penting dikembangkan untuk para mahasiswanya.

Pengembangan soft skill di perguruan tinggi juga dapat dilakukan melalui kegiatan proses pembelajaran dan juga kegiatan kemahasiswaan dalam kegiatan ekstra kurikuler atau ko-kurikuler. Hal yang terpenting, softskills ini bukan bahan hafalan melainkan dipraktekkan oleh individu yang belajar atau yang ingin mengembangkannya. Pada saat mahasiswa ingin mengembangkan minat dan bakatnya di dalam bidang olah raga umpamanya, acapkali pembimbing kegiatan olah raga senantiasa berpusat pada teknik bagaimana memenangkan pertandingan yang akan dilakukan oleh mahasiswanya.

Menurut Syawal untuk tahun akademik 2009/2010 telah ditetapkan kebijkan untuk mengimplementasikan soft skill dalam proses pembelajaran di setiap masing-masing prodi/jurusan dari setiap fakultas di lingkungan . Dalam hal ini jelas bahwa, selain mengembangkan hard skill untuk mahasiswa  juga dikembangkan soft skill dengan mengimplementasikan soft skill tersebut dalam proses pembelajaran. Syawal juga menambahkan bahwa proses pengintegrasian soft skill,  menetapkan langkah dalam situasti pembelajaran yang bergeser dari teaching learning center (CTL) menuju student learning center (SCL), suatu paradigma baru dalam tatap muka, integrasi dan problem based learning, tugas berbasis masalah dan aneka sumber, independent learner, penilaian bergeser dari PAP menuju PAN.

Upaya pemerintah untuk mengembangkan hard skill dan soft skill dalam dunia pendidikan sangatlah baik dan harus didukung. Selain pemerintah, perguruan tinggi seperti  juga  menjalankan proses penerapan kurikulumnya dan berupaya keras memberikan yang terbaik bagi mahasiswanya. Sagatlah disayangkan jika hal ini disia-siakan.

Mahasiswa  adalah mahasiswa yang mayoritas keahliannya di bidang pendidikan/keguruan. Dengan kata lain lulusan mahasiswa  akan berprofesi sebagai guru/tenaga pendidik. Tenaga pendidik seharusnya mengerti arti dari pendidik sehingga sangat berpengaruh untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik dengan memiliki kemampun untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan serta bermoral dan beretika.

Dengan demikian, sudah seharusnya mahasiswa  menyadari betapa pentingnya hard skill dan soft skill untuk kehidupan yang lebih baik. Jika ini disadari oleh setiap mahasiswa maka lulusan  akan lebih baik, dengan sendirinya mahasiswa  akan mejadi mahasiswa yang unggul dan berkarakter.[2]

 

 

 

 



[1] M. Alvi Syahputra | Pentingnya Softskill dan Hardskill Di Dunia Pasca Kampus | Diakses dari https://suarausu.or.id | Pada tanggal 10 juni 2022 pukul 22.56 WIB

[2] Hardinan Sinaga, S.Pd. | Pentingnya Hard Skill dan Soft Skill Bagi Mahasiswa | Diakses dari https://hardinan.blogspot.com/ | Pada tanggal 10 juni 2022 pukul 23.11 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar