Beberapa
waktu lalu muncul fenomena seorang mahasiswa top ten jurusan teknik mengeluhkan bahwa “ilmu”
yang ia dapat di jurusannya tidak bisa membantunya mendapatkan pekerjaan.
Alih-alih meningkatkan softskill dan hardskill yang dimilikinya, ia justru menyalahkan
dan menjelekkan mati-matian jurusannya ketimbang terus menggali potensi yang
ada didalam dirinya. Sebenarnya hal itu sah-sah saja jika dimaksudkan sebagai
ungkapan kecewa. Tetapi, kehidupan pasca kampus atau di dalam fase kesulitan
mencari kerja tidak sepenuhnya dapat menyalahkan jurusan, apalagi sampai
menjelekan jurusan.
Sebagai
mahasiswa, kita sudah sepatutnya sadar akan pentingnya soft dan hard skill untuk
kehidupan pasca kampus nantinya, bukan malah berleha-leha di zona nyaman,
apalagi di masa yang sudah mulai ke era 5.0, rasanya di era 4.0 saja masi
banyak mahasiswa yang tidak sadar akan pentingnya soft dan hard skill. Tidak mau organisasi ,
kupu-kupu(kuliah pulang), bahkan beberapa hanya fokus kepada materi yang
diajarkan jurusannya saja, anak pertanian hanya fokus pada tumbuhan, anak
teknik sipil hanya fokus kepada bagaimana cara membuat struktur bangunan.
Padahal tidak ada salahnya jika anak pertanian menguasai coding, anak sipil
paham akan rekayasa tumbuhan.
Mahasiswa
yang fokus pada zona nyaman
Kebanyakan
mahasiswa saat ini berfokus pada zona nyaman, dengan dalih sudah punya
pengalaman banyak di organisasi, leadership, padahal itu dapat dikatakan barang lama,
kehidupan organisasi kampus tidak dapat disamakan dengan dunia kerja, kemampuan leadership saja
juga sudah mulai ditinggalkan sebagai syarat mencari pekerjaan, softskill lainya
seperti public speaking dalam komunikasi dapat dikatakan
memegang peranan utama dalam dunia yang di gadang-gadang sudah mulai masuk ke
era 5.0.tapi nyatanya mahasiswa tidak sadar akan hal itu, “aku gabisa ngomong
depan umum soalnya aku introvert”, “aku gak bakat ngomong”, bahkan dalam hal
sederhana saja pun “ jangan aku dong yang presentase”, ketimbang meningkatan softskill dalam
komunikasi mereka lebih memilih self claim dengan mengatakan dirinya introvert, bahkan
seorang introvert sekalipun yang biasanya suaranya akan
bergetar ketika berbicara di depan publik pun dapat berlatih untuk meningkatkan softskillnya.
Apalagi
di dunia digital ini, siapa yang dapat mengikuti tren perkembangan dia lah yang
dapat bertahan, tidak ada salahnya anak pertanian paham website development,
anak matematika paham digital marketing, anak Fisika menguasai UI/UX design,
anak sastra menguasai data science. Bukannya malah mengeluh salah jurusan,
padahal mahasiswanya saja yang tidak konsisten dan serius pada jurusannya dan
tidak mau mengembangkan bakat/potensi. Lagipula salah jurusan hanya pada
konteks masuk jurusan tidak sesuai bakat. Jurusan apapun dapat di jalankan
dengan baik, itulah mengapa kuliah tidak hanya mencari nilai, tetapi
meningkatkan skill, mengembangkan bakat, mencari relasi dan
pengalaman. Di dunia yang serba digital, studi ilmu di atas harus diakui bahwa hardskill tersebut
akan lebih banyak di perlukan di masa yang akan datang, tanpa bermaksud
mengeneralisir atau membatasi ruang lingkup passion individu.
Tetapi
bukan berarti jika merasa memiliki soft dan hard skill membiarkan akademik menjadi
jeblok, keduanya harus beriringan. Bukan malah ketika sampai di dunia pasca
kampus mengatakan bahwa ilmu yang di pelajari tidak terpakai di dunia kerja.
Kuliah tidak pernah organisasi, softskill tidak pernah digali, hardskill tidak
pernah diasah, giliran tidak mendapat pekerjaan beralasan, bilang ini itu
susah, supply and demand dunia
kerja gak seimbang, lapangan kerja dikit tetapi yang daftar terlalu banyak.
Simplenya
begini, softskill itu identik dengan networking, dan hardskill itu
identik dengan kompetensi, keduanya harus beriringan, jika teralu mendewakan networking dan
merendahkan kompetensi, maka tidak heran ketika banyak politikus bego punya jabatan
di beberapa instansi vital.
Mahasiswa
yang terlalu berpaku pada nilai, tetapi melupakan ilmu, bagaimana mencari nilai
setinggi-tinggi nya tetapi mengesampingkan ilmu. Dengan dalih nilai penting
untuk mencari kerja, sah-sah saja seperti itu, tidak ada yang salah, nilai
memang penting untuk daftar beasiswa, kerja dan sebagainya, tetapi percuma saja
kalau nilai tinggi tetapi ilmunya tidak ada, di dunia kerja juga atasan tidak
semuanya memandang nilai, cara berkomunikasi menjadi perhatian utama bisa di bilang
karena dilihat secara langsung, banyak yang nilai tinggi tetapi tidak punya hardskill, dalam
contoh sederhana, penggunaan Microsoft Word, nilai tinggi tapi gak bisa atur
margin, buat daftar pustaka masi menggunakan spasi manual, membuat penomoran
romawi tidak paham, membuat tabel masi bingung, menggunakan microsoft
excel tidak tau, memasukan juga rumus tidak bisa.
Mengembangkan softskill lewat kepanitiaan
Mengembangkan softskill dengan
ikut kepanitiaan? Boleh banget, tapi nyatanya kultur yang dibentuk sudah beda,
alih-alih mengembangkan softskill, justru beberapa kepanitiaan menjadikan
anggotanya “mesin uang” dengan disuruh berjualan atau biasa disebut danusan,
jika tidak habis disuruh beli sendiri.
Softskill dan hardskill itu penting, keduanya bisa didapatkan di dunia kampus, analoginya seperti ini, 2 orang si alam dan alim disuruh berlayar ke dari pulau A ke Pulau B, diberi kesempatan 1 bulan untuk pesiapan ,mengisi logistik dan keperluan, alam belajar tentang arah mata angin, cuaca,mesin dan belajar mengatur logistik, sedangkan alim leha-leha, hanya mempersiapkan bahan bakar yang cukup tanpa mau membekali diri dengan managemen logistic yang baik, maka dapat dipastikan yang akan sampai ke pulau B hanya si Alam, bagaimana ia dapat membaca arah mata angin dan cuaca, ketika mesin rusak paham cara memperbaikinya, bisa mengatur logistik selama berlayar. Padahal keduanya sama-sama hanya di suruh berlayar, tetapi Alam mampu membaca hal yang diperlukan untuk menjalani pelayaran tersebut. Sama seperti jurusan, kalau kamu cuma fokus apa yang diajarkan ilmu di jurusan kamu yang setelah selesai maka akan mentok, ketika dunia pasca kampus berbeda ya salah dirimu sendiri, kalau kalah dengan orang yang lebih matang dan siap, yasudah resiko, salah sendiri tidak mengembangkan softskill dan hardskill. Kecuali kamu punya orang dalam.[1]
Persaingan
untuk mendapatkan pekerjaan sekarang ini sangatlah ketat diakibatkan banyaknya
orang yang melamar pekerjaan ataupun sedikitnya daya tampung pekerja.
adalah salah satu perguruan tinggi yang ada di Sumatera Utara yang
meluluskan mahasiswa lebih kurang empat ribu orang setiap tahunnya. Sudah tentu
lulusan tersebut akan bekerja dan akan bersaing dengan lulusan itu
sendiri ataupun lulusan perguruan tinggi lainnya. Dengan demikian mahasiswa
harus mempersiapkan dirinya untuk bersaing sebelum dan setelah dinyatakan
lulus dalam mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Mengembangkan hard
skill adalah jawaban utama didalam keberhasilan untuk mendapatkan
pekerjaan tersebut. Namun demikian tidaklah cukup hanya kemampuan hard
skill saja, tetapi harus diimbangi dengan kemampuan soft skill dalam
menghadapi berbagai tantangan saat melakukan pekerjaan tersebut. Menurut Admin
dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang
tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja, tetapi juga
piawai dalam aspek soft skillnya. Ditambahkan juga, bahwa dunia
pendidikanpun mengungkapkan dengan berdasarkan penelitian di Harvard University
Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh
pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Dari penjelasan di atas, dapat kita lihat bahwa pentingnya hard skill dan soft skill bagi setiap orang yang ingin mendapatkan ataupun saat melakukan pekerjaan. Dengan demikian dituntut bahwa setiap mahasiswa harus meningkatkan hard skill dan soft skillnya dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja pada masa studinya. Hal ini sejalan dengan Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 2003 – 2010 (Dirjen Dikti, 2004) yang dirumuskan oleh Depdiknas secara jelas menyebutkan bahwa peran pendidikan tinggi dalam peningkatan daya saing bangsa sangat vital mengingat tingkat persaingan sumber daya manusia (SDM) di pasar kerja nasional maupun internasional terus meningkat seiring dengan peningkatan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru pada berbagai bidang dunia usaha, serta kebutuhan tingkat profesionalisme (knowledge, hard skill, soft skill) yang semakin tinggi.
Hard
Skill
Proses
pembelajaran di perguruan tinggi lebih menitik beratkan pada aspek kognitif.
Hal ini dapat dilihat pada prestasi mahasiswa yang ditunjukkan oleh indeks
prestasi (IP). Indeks prestasi dibuat berdasarkan hasil penilaian dari evaluasi
dosen terhadap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Kemampuan mahasiswa yang
ditunjukkan berdasarkan indeks prestasi seperti inilah yang sering disebut
sebagai kemampuan hard skill.
Menurut Bahrumsyah (2010) hard skill merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Menurut Syawal (2010) hard skill yaitu lebih beriorentasi mengembangkan intelligence quotient (IQ). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hard skill merupakan kemampuan untuk menguasai ilmu pengatahuan teknologi dan keterampilan teknis dalam mengembangkan intelligence quotient yang berhubungan dengan bidangnya.
Soft
Skill
Menurut
Ramdhani (2008) dalam Syawal (2010) pengertian soft skill didefenisikan
sebagai keterampilan lunak (soft) yang digunakan dalam berhubungan dan
bekerjasama dengan orang lain, atau dikatakan sebagai interpersonal
skills. Menurut Bahrumsyah soft skill merupakan
keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal
skills) dan keterampilan mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills)
yang mempu mengembangkan untuk kerja secara maksimal. Dari kedua pendapat
tersebut diatas, ada kesamaan pendapat tentang pengertian soft skill yaitu interpersonal
skill hanya saja pada pendapat Bahrumsyah ditambahkan intrapersonal
skills yaitu keterampilan mengatur dirinya sendiri.
Dari
pendapat tersebut diatas masih terdapat kemampuan tambahan seseorang diluar
dari interpersonal skills dan intrapersonal skills yang
disebut Ekstrapersonal skills seperti kemampuan seseorang
dalam spritual inteligence (SQ). dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pengertian soft skill yaitu kemampuan
seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan
kemampuan seseorang dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills)
serta kemampuan tambahan seseorang dalam kepercayaan/kepedulian baik terhadap
penciptanya maupun orang lain (ekstrapersonal skills).
Apa saja yang termasuk di dalam soft skill? Menurut Ramdhani dalam Syawal beberapa keterampilan yang dimasukkan dalam kategori soft skill adalah: etika/propesional, kepemimpinan, kreativitas, kerjasama, inisiatif, facilitating kelompok maupun masyarakat, komunikasi, berpikir kritis, dan problem solving. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23 atribut softskills yang dominan di lapangan kerja yang dimuat oleh Tarmidi dalam websitenya. Ke 23 atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu: (1) inisiatif, (2) etika/integritas, (3) berfikir kritis, (4). kemauan belajar, (5) komitmen, (6) motivasi, (7) bersemangat, (8) dapat diandalkan, (9) komunikasi lisan, (10) kreatif, (11) kemampuan analitis, (12) dapat mengatasi stres, (13) manajemen diri, (14) menyelesaikan persoalan, (15) dapat meringkas, (16) berkoperasi, (17) fleksibel, (18) kerja dalam tim, (19) mandiri, (20) mendengarkan, (21) tangguh, (22) berargumentasi logis, (23) manajemen waktu.
Peranan
Hard Skill dan Soft Skill
Hard
skill sangatlah penting untuk dikembangkan, karena
kemampuan seseorang untuk melakukan sebuah pekerjaan dengan baik dan benar
adalah tergantung bagaimana hard skill yang dia miliki. Tidak
mungkin seseorang bisa membuat sebuah alat yang berguna jika dia tidak
mengetahui cara pembuatan, tujuan, dan kegunaannya alat tersebut. ataupun tidak
mungkin seseorang mampu memperbaiki sesuatu jika dia tidak tuhu apa yang dia
perbaiki.
Sebelum
melamar sebuah pekerjaanpun seharusnya lulusan perrguruan tinggi (mahasiswa)
harus memperhatikan pekerjaan yang akan diterimanya dengan kemampuannya.
Membandingkan kemampuan dengan pekerjaan yang akan dikerjakan adalah hal yang
baik. Untuk itu mahasiswa perlu mempersiapkan dirinya dengan
mengembangkan hard skill sebagai dasar untuk melamar pekerjaan
dan diimbangi dengan soft skill sebagai landasan untuk
melakukan pekerjaan. Karena hampir semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan
adanya kombinasi yang sesuai antara hard skill dan soft
skill, apapun posisi karyawannya. Bagi perekrutan karyawan bagi perusahaan
pendekatan hard skill saja kini sudah ditinggalkan. Percuma
jika hard skill baik, tetapi soft skillnya buruk.
Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja berbagai perusahaan yang
juga mensyaratkan kemampuan soft skill, seperi team work,
kemampuan komunikasi, dan interpersonal relationship, dalam job
requirementnya. Perusahaan cenderung memilih calon yang memiliki
kepribadian lebih baik meskipun hard skillnya lebih rendah.
Alasannya adalah memberikan pelatihan ketrampilan jauh lebih mudah daripada
pembentukan karakter Hal tersebut menunjukkan bahwa hard skill merupakan
faktor penting dalam bekerja, namun keberhasilan seseorang dalam bekerja
biasanya lebih ditentukan oleh soft skillnya yang baik.
Dunia
kerja saat ini membutuhkan sumber daya yang terampil, sebagai seorang
mahasiswa dituntut untuk mempunyai keahlian hard skill yang
tinggi, Hard skill merupakan keahlian bagaimana nilai akhir
kuliah mahasiswa/nilai akademis (IPK) mahasiswa ini sebagai persyaratan untuk
memenuhi admnistrasi dalam melamar pada suatu perusahaan, selain harus memiliki
IPK yang tinggi di era persaingan yang ketat ini juga kita dituntut
memiliki soft skill yaitu ketrampilan seseorang dalam
berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill) ketrampilan dalam
mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skill),
Baik hard skills maupun soft skills merupakan
prasyarat kesuksesan seorang sarjana dalam menempuh kehidupan setelah selesai
pendidikannya. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa hard skills ditekankan
pada aspek kognitif dan keahlian khusus menurut disiplin keilmuan tertentu,
sedangkan softskills merupakan perilaku personal dan interpersonal skill yang
diperlukan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kinerja seorang manusia.
Menurut Pumphrey dan Slatter (2002) dalam artikel Teguhwijaya menengarai
bahwa soft skill memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. 1.) Bergerak generik, dalam arti digunakan dalam berbagai penyelesaian tugas yang berbeda. 2.) Dapat ditransfer dan diterapkan dalam berbagai aktivitas pelaksanaan tugas, disebut juga sebagai keterampilan hidup (life skills). 3.) Merupakan keterampilan atau atribut yang terdapat dalam aktivitas seperti pemecahan masalah, komunikasi, pemanfaatan teknologi, dan bekerja dalam kelompok. 4.) Dapat dipromosikan sebagai keterampilan yang memberi kontribusi dalam ‘pembelajaran seumur hidup’ (‘life long learning’). 5.) Dapat dimiliki dan digunakan oleh pengusaha dan organisasi pemerintah. 6.) Dapat ditransfer dalam berbagai konteks yang berbeda oleh orang-orang yang memiliki latar belakang disiplin ilmu, profesi dan jabatan yang berbeda-beda.
Beberapa
Upaya yang Bisa Dilakukan Untuk Mengembangkan Soft Skill dan Hard Skill
Untuk
menjawab pertanyaan Apakah mahasiswa seperti itu (memiliki sikap/sifat negatif)
bisa dikatakan memiliki hard skill dan soft skill yang
baik? Maka kita perlu melihat keadaan tiap individu, apakah itu keadaan fisik,
ekonomi, lingkungan, keluarga dll. Menurut tim pengajar bahwa dalam
kehidpan ini individu tidak terbebas dari kondisi yang memuaskan atau
menyenangkan dan ataupun kondisi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan,
tidak atau kurang memuaskan. Ditambahkan juga bahwa seseorang harus mensikapi kondisi
tersebut apakah bila memuaskan atau menyenangan disiapi dengan cara meluap-luap
sehingga lupa diri, ataukah mensikapinya dengan cara yang sederhana bahwa dalam
hidup ada saatnya menyenangkan dan ada saatnya tidak menyenangkan. Demikian
juga apabila kondisi tidak atau kurang meyenangkan bagaimanakah individu
mensikapinya apakah dengan cara menyalahkan diri sendiri dan orang lain atau
bahkan menyalahkan lingkungan dengan berlebihan, sehingga timbul antipati.
Kedua kondisi tersebut harus disikapi dengan sikap optimis, menerima
sebagaimana adanya tidak pesimis apalagi mengeluh dan menyelahkan diri sendiri.
Dalam hal bersikan individu harus dapat menerima knyataan sebagaimana adanya
dengan penuh harapan bahwa segala sesuatu akan berakhir dengan tetap mencari
solusi yang benar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain ataupun
lingkungan. Harus terbina pada diri individu sebagai hasil pendidikan terutama
oleh pendidikan diri sendiri bahwa dalam hidup tidak tidak selalu terjadi
sesuai dengan yang diharapkan. Kemampuan untuk memahami diri sendiri dan orang
lain sertalingkungan sebagaimana adanya dan selalu berusaha berbuat yang
terbaik dalam hidup merupakan hasil pendidikan yang berlangsung tanpa batas.
Dalam
mengembangkan hard skill seorang peserta didik (mahasiswa)
sering diadakan perlombaan-perlombaan. Selain itu, tidak jarang pendidik
memberikan hadiah sebagai penghargaan kepada anak didiknya yang memiliki
prestasi baik. Bahkan pertandingan antar mahasiswa dalam satu negara atapun
antar negera sering dibuat sesuai dengan bidang ilmu yang dimiliki seseorang.
Hal ini semata-mata bertujuan untuk mengembangkan hard skill.
Selain hard skill, seserorang tidak terlepas dari soft
skill, karena seseorang tidak terlepas dari dirinya sendiri dan orang lain.
Maksudanya adalah seseorang punya akal, hati nurani yang harus dikembangkan
untuk mampu mengatur dirinya sendiri dan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Umumnya
kelemahan dibidang soft skill berupa karakter yang melekat
pada diri seseorang. Butuh usaha keras untuk mengubahnya. Namun demikian soft
skill bukan sesuatu yang stagnan. Kemampuan ini bisa diasah dan
ditingkatkan seiring dengan pengalaman kerja. Ada banyak cara
meningkatkan soft skill. Salah satunya melalui learning by
doing. Selain itu soft skill juga bisa diasah dan
ditingkatkan dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar
manajemen. Meskipun, satu cara ampuh untuk meningkatkan soft skill adalah
dengan berinteraksi dan melakukan aktivitas dengan orang lain. Mengikuti
organisasi adalah salah satu cara untuk berinteraksi dengan orang lain.
Dalam
rangka mengembangkan atribut soft skill peserta didik di
perguruan tinggi, diperlukan evaluasi diri dari setiap mahasiswa tentang
kekuatan mana yang dimiliki saat ini, sekaligus
kelemahannya. Para mahasiswa diberi lembar kuesioner yang berisi
atribut soft skill. Lalu mengisinya dengan memberi tanda mana yang
sudah merasa cukup mereka miliki dan mana yang masih perlu dikembangkan.
Atribut yang paling banyak muncul di daftar sehingga terlihat atribut mana yang
memiliki modus tertinggi untuk dikembangkan. Lalu program studi di mana
mahasiswa itu berada meninjau visi program studinya, dan berupaya untuk
memadukan antara harapan mahasiswa, harapan lembaga dan sumberdaya yang
dimiliki. Dengan demikian akan terpilih beberapa atribut yang perlu dan penting
dikembangkan untuk para mahasiswanya.
Pengembangan soft
skill di perguruan tinggi juga dapat dilakukan melalui kegiatan proses
pembelajaran dan juga kegiatan kemahasiswaan dalam kegiatan ekstra kurikuler
atau ko-kurikuler. Hal yang terpenting, softskills ini bukan bahan hafalan
melainkan dipraktekkan oleh individu yang belajar atau yang ingin
mengembangkannya. Pada saat mahasiswa ingin mengembangkan minat dan bakatnya di
dalam bidang olah raga umpamanya, acapkali pembimbing kegiatan olah raga
senantiasa berpusat pada teknik bagaimana memenangkan pertandingan yang akan
dilakukan oleh mahasiswanya.
Menurut Syawal untuk tahun akademik 2009/2010 telah ditetapkan kebijkan untuk mengimplementasikan soft skill dalam proses pembelajaran di setiap masing-masing prodi/jurusan dari setiap fakultas di lingkungan . Dalam hal ini jelas bahwa, selain mengembangkan hard skill untuk mahasiswa juga dikembangkan soft skill dengan mengimplementasikan soft skill tersebut dalam proses pembelajaran. Syawal juga menambahkan bahwa proses pengintegrasian soft skill, menetapkan langkah dalam situasti pembelajaran yang bergeser dari teaching learning center (CTL) menuju student learning center (SCL), suatu paradigma baru dalam tatap muka, integrasi dan problem based learning, tugas berbasis masalah dan aneka sumber, independent learner, penilaian bergeser dari PAP menuju PAN.
Upaya
pemerintah untuk mengembangkan hard skill dan soft
skill dalam dunia pendidikan sangatlah baik dan harus didukung. Selain
pemerintah, perguruan tinggi seperti juga menjalankan proses
penerapan kurikulumnya dan berupaya keras memberikan yang terbaik bagi
mahasiswanya. Sagatlah disayangkan jika hal ini disia-siakan.
Mahasiswa
adalah mahasiswa yang mayoritas keahliannya di bidang
pendidikan/keguruan. Dengan kata lain lulusan mahasiswa akan berprofesi
sebagai guru/tenaga pendidik. Tenaga pendidik seharusnya mengerti arti dari
pendidik sehingga sangat berpengaruh untuk kehidupan berbangsa dan bernegara
yang lebih baik dengan memiliki kemampun untuk menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi dan keterampilan serta bermoral dan beretika.
Dengan
demikian, sudah seharusnya mahasiswa menyadari betapa pentingnya hard
skill dan soft skill untuk kehidupan yang lebih baik.
Jika ini disadari oleh setiap mahasiswa maka lulusan akan lebih baik,
dengan sendirinya mahasiswa akan mejadi mahasiswa yang unggul dan berkarakter.[2]
[1] M. Alvi Syahputra | Pentingnya Softskill
dan Hardskill Di Dunia Pasca Kampus | Diakses dari https://suarausu.or.id
| Pada tanggal 10 juni 2022 pukul 22.56 WIB
[2] Hardinan Sinaga, S.Pd. | Pentingnya Hard
Skill dan Soft Skill Bagi Mahasiswa | Diakses dari https://hardinan.blogspot.com/ | Pada tanggal 10 juni 2022
pukul 23.11 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar